Jumat, 03 April 2015

Contoh Kasus Pelanggaran HAM terhadap Anak-Anak Jalanan Beserta Analisa, Kesimpulan dan Saran.



Contoh Kasus Pelanggaran HAM terhadap Anak-Anak Jalanan Beserta Analisa, Kesimpulan dan Saran.
1.      PENDAHULUAN
PELANGGARAN DAN PENGADILAN HAM
Yang dimaksud dengan pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk aparatur Negara, baik disengaja ataupun tidak, atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut HAM yang telah dijamin oleh undang-undang, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar.
2.      PEMBAHASAN ( BERITA )
Kasus 1 :
            Reza anak kecil yang berusia 15 tahun ini berhasil ditangkap Satpol PP setelah diadakannya razia besar-besar oleh Satpol PP, Jakarta Pusat. (2013). Setelah terjaring razia, Reza tertangkap bersama teman-temannya yang sama-sama sebagai pengemis dan gelandangan. Setelah dimintai keterangan oleh pihak polisi, ia mengaku sengaja menjadi pengemis dan gelandangan karena melarikan diri dari rumah akibat suasana rumah yang selalu membuatnya strees dan tertekan. Ia juga mengaku jika tinggal di jalanan ia lebih bisa merasakan kebebasan. Namun bagaimanapun akhirnya pihak petugas menyerahkan kembali reza ke pihak keluarga.
Kasus 2 :
 Doni (32 tahun) tega menyodomi anak-anak jalanan yang ia kelolanya untuk dimanfaatkan dan dijadikan pengemis setiap harinya. Ia mengaku bahwa sudah kurang lebih 15 anak-anak jalanan dibawah umur yang sudah di sodominya.Selain itu,korban juga mengaku kerap mendaptakan kekerasan fisik yang dilakukan oleh doni . Motiv ia melakukan hal itu adalah karena kelainan seks. Setelah diperiksa ternyata benar jika doni memiliki kelainan seks terhadap anak kecil yang dikenal dengan Pedofilia. Setelah terungkapnya kasus ini, Doni dinyatakan tersangka dan akhirnya masuk Bui,para korban dibina dan dibimbing untuk penyembuhan psikologinya.
3.      ANALISA
Kemiskinan memunculkan gelandangan, pengemis dan anak jalanan di perkotaan. Kegagalan keluarga bukan mustahil menjadi penyebab lain munculnya anak jalanan. Banyak anak jalanan muncul akibat kelahiran yang tidak dikehendaki. Bisa juga akibat dendam kepada bapak/ibunya kemudian menelantarkan anaknya. Atau ada anak melarikan diri dari rumah akibat disharmonisasi ibu-bapaknya. Kegagalan ini bisa mendorong berkumpulnya anak jalalanan dengan keragaman problematika yang dialami untuk kemudian saling mengisi dan mendidik satu sama lain. Dampaknya anak jalanan akan semakin menjadi persepsi buruk terhadap pihak lain di luar golongan mereka. Oleh sebab itu mereka menjadi rentan dengan penyakit sosial, termasuk kriminalitas, penyimpangan seksual, dan trafficking.
Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak memiliki hak khusus menurut hukum internasional dan hukum Indonesia dan pemerintah dalam hal ini memiliki kewajiban untuk melindungi anak–anak dari eksploitasi dan segala tindak kekerasan.
Berikut ini adalah beberapa jenis kekerasan yang biasa terjadi pada anak, khususnya dikalangan anak-anak jalanan :
Kekerasan fisik

Bentuk ini paling mudah dikenali terkategorisasi sebagai kekerasan jenis ini adalah menampar, menendang, memukul, mencekek, mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya. Korban kekerasan jenis ini biasanya tanpak secara langsung pada fisik korban seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan dan bentuk lain yang kondisinya lebih parah. Kondisi ini sering terjadi pada anak-anak yang kurang atau tidak mendapat pengawasan dari keluarga dan juga dari masyarakat di sekitarnya seperti yang terjadi pada anak-anak jalanan.
Kekerasan psikis

Kekerasan jenis ini tidak begitu mudah untuk dikenali. Akibat yang dirasakan oleh anak yang menjadai korban tidak memberikan bekas yang tanpak jelas bagi orang lain. Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri serta martabat korban. Wujud konkrit kekerasan atau pelanggaran jenis ini adalah penggunaan kata-kata kasar penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan anak didepan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata dan sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut biasanya korban merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga dan lemah dalam membuat keputusan (Decission making).

• Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual yang dialami oleh anak jalanan termasuk pelecehan seksual seperti diraba-raba, diajak melakukan hubungan seksual, disodomi dan dipaksa melakukan hubungan seksual dan lain sebagainya
• Kekerasan Ekonomi

Pada anak-anak kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih berusia dibawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual koran, pengamen jalanan, pengemis anak bahkan dapat pula berupa tindakan kriminal seperti pemalakan, pencopetan dan lain-lain kian merebak terutama diperkotaan.
4.      KESIMPULAN
Anak jalanan sering dianggap sebagai masalah tanpa akar yang dapat dipotong begitu saja dengan menangkap dan mengasingkan, tanpa menyentuh sumber masalahnya. Undang-undang tentang perlindungan anak belum mampu menurunkan angka kekerasan tersebut, bahkan semakin menunjukkan banyaknya kekerasan yang dialami anak. Anak-anak yang dieksploitasi, dipekerjakan dalam lingkungan yang buruk, dan berbagai bentuk diskriminasi masih sangat sering dijumpai terutama di kota-kota besar dan dalam keluarga miskin.
Dari paparan diatas tentang realita keadaan anak-anak jalanan, kekerasan, pelanggaran hak yang mereka alami. Tulisan ini akan memfokuskan pada bagaimana penegakan hukum mengenai perlindungan hak-hak anak jalanan di Indonesia.
Terkadang keluarga yang disharmonis juga mempengaruhi psikologis anak-anak yang bisa saja terjadi penyimpangan mulai dari anak bersikap keras dan dominan bertindak kriminal bahkan membuat anak menjadi strees dan depresi akibat dari ketidak harmonisan keluarga yang akhirnya anak melarikan diri untuk mencari kebebasan dan ketenangan. Lingkungan luar pun mempengaruhi pola perilaku anak-anak, jika mereka berada di lingkungan yang baik dan terkendali maka sikap dan perilaku yang akan terbentukpun baik, sebaliknya jika lingkungan tempat mereka tinggal dominan kriminalitas dan brutal maka sikap dan pola perilaku akan membentuk karakteristik yang tidak baik, seperti pada contoh kasus 2, tindakan sodomi yang dilakukan doni terhadap anak-anak dibawah umur itu bisa saja terjadi kembali dan dilakukan oleh para korban sodomi tadi entah dengan motif balas dendam atau apapun itu.

5.      SARAN
Dalam UU 23/02 tentang Perlindungan Anak, pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (pasal 22). Demikian juga masyarakat yang diwujudkan melalui kegiatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak (pasal 25). Sedangkan orang tua bertanggung jawab mengasuh memelihara, mendidik dan melindungi anak, menumbuh-kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat serta mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak (pasal 26). Selain itu jika orang tua mereka tidak mampu untuk melaksanakan tanggung jawabnya, maka anak jalanan menjadi tanggung jawab pemerintah (pasal 45 ayat 2 UU 23/02). Juga hukum-hukum  dan ketentuan pidana yang ada harus sepenuhnya ditegaskan dan bertindak adil.

Berikut adalah beberapa ketentuan pidana atas pelanggaran dan tindakan kejahatan mengenai anak :
• Pasal 77 UU no.23/02 mengenai tindakan diskriminasi, penelantaran yang mengakibatkan anak mengalami sakit baik fisik maupun mental dapat dipidanakan dengan kurungan penjara paling lama 5( lima) tahun atau denda Rp. 100.000.000,00- (seratus juta rupiah)

• Pasal 80 UU no.23/02
(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Kehadiran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di daerah semakin penting untuk menyosialisasikan peraturan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Tanpa sinergi dan kerja sama dengan pihak terkait lainnya, KPAI pun tidak mungkin bisa bekerja dengan maksimal. Masih ada waktu dan kesempatan

Maka dari itu, ini adalah tugas dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk mengurangi dan menghilangkan kasus-kasus kekerasan dan penyimpangan yang terjadi pada anak-anak karena bagaimanapun mereka adalah penerus bangsa dan Negara kita kedepan, jika saat ini saja kualitas dan kuantitas mereka dibuat begini maka apa jadinya Negara kita dan bagaimana moral bangsa kedepannya.

6.      REFERENSI :

§  http://kemek-kemek.blogspot.com/2010/08/makalah-sistem-hukum-indonesia.html

§  http://www.tanyadok.com/artikel-kesehatan/hati-hati-penyuka-anak-kecil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar