Contoh Kasus Pelanggaran HAM terhadap Anak-Anak Jalanan
Beserta Analisa, Kesimpulan dan Saran.
1.
PENDAHULUAN
PELANGGARAN
DAN PENGADILAN HAM
Yang dimaksud dengan pelanggaran HAM
adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk aparatur
Negara, baik disengaja ataupun tidak, atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut HAM yang telah dijamin oleh
undang-undang, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar.
2.
PEMBAHASAN
( BERITA )
Kasus 1 :
Reza
anak kecil yang berusia 15 tahun ini berhasil ditangkap Satpol PP setelah
diadakannya razia besar-besar oleh Satpol PP, Jakarta Pusat. (2013). Setelah
terjaring razia, Reza tertangkap bersama teman-temannya yang sama-sama sebagai
pengemis dan gelandangan. Setelah dimintai keterangan oleh pihak polisi, ia
mengaku sengaja menjadi pengemis dan gelandangan karena melarikan diri dari
rumah akibat suasana rumah yang selalu membuatnya strees dan tertekan. Ia juga
mengaku jika tinggal di jalanan ia lebih bisa merasakan kebebasan. Namun
bagaimanapun akhirnya pihak petugas menyerahkan kembali reza ke pihak keluarga.
Kasus 2 :
Doni (32 tahun) tega menyodomi anak-anak
jalanan yang ia kelolanya untuk dimanfaatkan dan dijadikan pengemis setiap
harinya. Ia mengaku bahwa sudah kurang lebih 15 anak-anak jalanan dibawah umur
yang sudah di sodominya.Selain itu,korban juga mengaku kerap mendaptakan
kekerasan fisik yang dilakukan oleh doni . Motiv ia melakukan hal itu adalah
karena kelainan seks. Setelah diperiksa ternyata benar jika doni memiliki
kelainan seks terhadap anak kecil yang dikenal dengan Pedofilia. Setelah terungkapnya
kasus ini, Doni dinyatakan tersangka dan akhirnya masuk Bui,para korban dibina
dan dibimbing untuk penyembuhan psikologinya.
3.
ANALISA
Kemiskinan
memunculkan gelandangan, pengemis dan anak jalanan di perkotaan. Kegagalan
keluarga bukan mustahil menjadi penyebab lain munculnya anak jalanan. Banyak
anak jalanan muncul akibat kelahiran yang tidak dikehendaki. Bisa juga akibat
dendam kepada bapak/ibunya kemudian menelantarkan anaknya. Atau ada anak
melarikan diri dari rumah akibat disharmonisasi ibu-bapaknya. Kegagalan ini
bisa mendorong berkumpulnya anak jalalanan dengan keragaman problematika yang
dialami untuk kemudian saling mengisi dan mendidik satu sama lain. Dampaknya
anak jalanan akan semakin menjadi persepsi buruk terhadap pihak lain di luar
golongan mereka. Oleh sebab itu mereka menjadi rentan dengan penyakit sosial,
termasuk kriminalitas, penyimpangan seksual, dan trafficking.
Di Indonesia, berdasarkan
Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dimaksud
dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak memiliki hak khusus menurut
hukum internasional dan hukum Indonesia dan pemerintah dalam hal ini memiliki
kewajiban untuk melindungi anak–anak dari eksploitasi dan segala tindak
kekerasan.
Berikut ini adalah beberapa jenis
kekerasan yang biasa terjadi pada anak, khususnya dikalangan anak-anak jalanan
:
• Kekerasan fisik
Bentuk ini paling mudah dikenali
terkategorisasi sebagai kekerasan jenis ini adalah menampar, menendang,
memukul, mencekek, mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda
tajam dan sebagainya. Korban kekerasan jenis ini biasanya tanpak secara
langsung pada fisik korban seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan
dan bentuk lain yang kondisinya lebih parah. Kondisi ini sering terjadi pada
anak-anak yang kurang atau tidak mendapat pengawasan dari keluarga dan juga
dari masyarakat di sekitarnya seperti yang terjadi pada anak-anak jalanan.
• Kekerasan psikis
Kekerasan jenis ini tidak begitu
mudah untuk dikenali. Akibat yang dirasakan oleh anak yang menjadai korban
tidak memberikan bekas yang tanpak jelas bagi orang lain. Dampak kekerasan
jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman,
menurunnya harga diri serta martabat korban. Wujud konkrit kekerasan atau
pelanggaran jenis ini adalah penggunaan kata-kata kasar penyalahgunaan
kepercayaan, mempermalukan anak didepan orang lain atau di depan umum,
melontarkan ancaman dengan kata-kata dan sebagainya. Akibat adanya perilaku
tersebut biasanya korban merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga dan
lemah dalam membuat keputusan (Decission making).
• Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual yang dialami oleh
anak jalanan termasuk pelecehan seksual seperti diraba-raba, diajak melakukan
hubungan seksual, disodomi dan dipaksa melakukan hubungan seksual dan lain
sebagainya
• Kekerasan Ekonomi
Pada anak-anak kekerasan jenis ini
sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih berusia dibawah umur
untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual
koran, pengamen jalanan, pengemis anak bahkan dapat pula berupa tindakan
kriminal seperti pemalakan, pencopetan dan lain-lain kian merebak terutama
diperkotaan.
4.
KESIMPULAN
Anak
jalanan sering dianggap sebagai masalah tanpa akar yang dapat dipotong begitu
saja dengan menangkap dan mengasingkan, tanpa menyentuh sumber masalahnya.
Undang-undang tentang perlindungan anak belum mampu menurunkan angka kekerasan
tersebut, bahkan semakin menunjukkan banyaknya kekerasan yang dialami anak.
Anak-anak yang dieksploitasi, dipekerjakan dalam lingkungan yang buruk, dan
berbagai bentuk diskriminasi masih sangat sering dijumpai terutama di kota-kota
besar dan dalam keluarga miskin.
Dari paparan diatas tentang realita keadaan anak-anak jalanan, kekerasan, pelanggaran hak yang mereka alami. Tulisan ini akan memfokuskan pada bagaimana penegakan hukum mengenai perlindungan hak-hak anak jalanan di Indonesia.
Dari paparan diatas tentang realita keadaan anak-anak jalanan, kekerasan, pelanggaran hak yang mereka alami. Tulisan ini akan memfokuskan pada bagaimana penegakan hukum mengenai perlindungan hak-hak anak jalanan di Indonesia.
Terkadang
keluarga yang disharmonis juga mempengaruhi psikologis anak-anak yang bisa saja
terjadi penyimpangan mulai dari anak bersikap keras dan dominan bertindak kriminal
bahkan membuat anak menjadi strees dan depresi akibat dari ketidak harmonisan
keluarga yang akhirnya anak melarikan diri untuk mencari kebebasan dan ketenangan.
Lingkungan luar pun mempengaruhi pola perilaku anak-anak, jika mereka berada di
lingkungan yang baik dan terkendali maka sikap dan perilaku yang akan
terbentukpun baik, sebaliknya jika lingkungan tempat mereka tinggal dominan
kriminalitas dan brutal maka sikap dan pola perilaku akan membentuk
karakteristik yang tidak baik, seperti pada contoh kasus 2, tindakan sodomi
yang dilakukan doni terhadap anak-anak dibawah umur itu bisa saja terjadi
kembali dan dilakukan oleh para korban sodomi tadi entah dengan motif balas
dendam atau apapun itu.
5.
SARAN
Dalam
UU 23/02 tentang Perlindungan Anak, pemerintah berkewajiban dan bertanggung
jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak (pasal 22). Demikian juga masyarakat yang diwujudkan melalui
kegiatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak (pasal
25). Sedangkan orang tua bertanggung jawab mengasuh memelihara, mendidik dan
melindungi anak, menumbuh-kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minat serta mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak (pasal 26).
Selain itu jika orang tua mereka tidak mampu untuk melaksanakan tanggung
jawabnya, maka anak jalanan menjadi tanggung jawab pemerintah (pasal 45 ayat 2
UU 23/02). Juga hukum-hukum dan
ketentuan pidana yang ada harus sepenuhnya ditegaskan dan bertindak adil.
Berikut adalah beberapa ketentuan pidana atas pelanggaran dan tindakan kejahatan mengenai anak :
• Pasal 77 UU no.23/02 mengenai tindakan diskriminasi, penelantaran yang mengakibatkan anak mengalami sakit baik fisik maupun mental dapat dipidanakan dengan kurungan penjara paling lama 5( lima) tahun atau denda Rp. 100.000.000,00- (seratus juta rupiah)
• Pasal 80 UU no.23/02
(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Kehadiran Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) di daerah semakin penting untuk menyosialisasikan peraturan
yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi,
menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan dan evaluasi
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Tanpa sinergi dan kerja sama dengan
pihak terkait lainnya, KPAI pun tidak mungkin bisa bekerja dengan maksimal.
Masih ada waktu dan kesempatan
Maka
dari itu, ini adalah tugas dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk
mengurangi dan menghilangkan kasus-kasus kekerasan dan penyimpangan yang
terjadi pada anak-anak karena bagaimanapun mereka adalah penerus bangsa dan Negara
kita kedepan, jika saat ini saja kualitas dan kuantitas mereka dibuat begini
maka apa jadinya Negara kita dan bagaimana moral bangsa kedepannya.
6.
REFERENSI
:
§
http://kemek-kemek.blogspot.com/2010/08/makalah-sistem-hukum-indonesia.html
§
http://www.tanyadok.com/artikel-kesehatan/hati-hati-penyuka-anak-kecil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar